Jumat, 30 November 2012

EKSISTENSI PENGADILAN NEGERI MEDAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah.
Salah satu profesi yang keberadaannya berhubungan erat dengan kehidupan kita semua adalah menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan aspirasi keadilan sosial, Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi. Istilah kata ‘hakim’ yang selama ini dikenal di dunia peradilan yaitu dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka memberi tiga definisi hakim, yaitu:
(1) orang yang mengadili perkara (di pengadilan atau mahkamah);
(2) pengadilan; atau
(3) juri penilai.
Dan Kamus Hukum karya JCT Simorangkir, Rudy T Prasetya, dan J.T. Prasetyo secara sederhana mengartikan hakim sebagai petugas pengadilan yang mengadili perkara. Dalam bahasa Belanda disebut rechter, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai judge. “Judge”,
Kekuasaan kehakiman yang mandiri mempunyai dua tujuan. Pertama agar melakukan fungsi dan kewenangan peradilan secara jujur, dan adil, kedua, agar kekuasaan kehakiman mampu berperan melakukan pengawasan terhadap semua tindakan penguasa. Sedangkan konsekuensi dari kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah :
1). Supremasi hukum.
      Setiap penyelesaian sengketa harus sesuai dengan proses yang ditentukan 
hukum berdasarkan asas :
•    Perlakuan yang sama didepan hukum;
•    Perlindungan yang sama didepan hukum;
2). Peradilan sebagai katup penekan (pressure valve)
      Lembaga peradilan diberi wewenang sebagai katup penekan :
•    Atas setiap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh siapapun dan pihak manapun tanpa kecuali;
•    Pelanggaran itu meliputi segala bentuk perbuatan yang tidak konstitusional, ketertiban umum dan kepatutan;
3). Peradilan sebagai tempat terakhir (the last resort) dalam menegakkan kebenaran
     dan keadilan menempatkan peradilan sebagai tempat terakhir.
4). Peradilan sebagai pelaksana penegakan hukum.
5). Peradilan dibenarkan bertindak “tidak demokratis secara fundamental” :
•    Tidak memerlukan akses dari siapapun;
•    Tidak memerlukan negosiasi dari pihak manapun;
•    Tidak memerulkan “kompromi” dari pihak yang berperkara;

Terdapat kesepakatan umum dalam komunitas Pengadilan di dunia bahwa lembaga peradilan diharapkan untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
•    Pengadilan memberikan keadilan individu dalam kasus individual.
•    Pengadilan beroperasi secara transparan.
•    Pengadilan menyediakan suatu forum yang tidak memihak dalam meyelesaikan sengketa hukum.
•    Pengadilan melindungi warga dari penggunaan kekuasaan pemerintah yang sewenang-wenang.
•    Pengadilan melindungi yang lemah.
•    Pengadilan membuat dan merawat catatan formal tentang putusan dan status hukum.
Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, selain pelaku kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman juga harus mendukung terlaksananya kekuasaan kehakiman yang merdeka. Salah satunya adalah profesi Hakim  yang bebas, mandiri, dan bertanggungjawab , sebagaimana selanjutnya Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 jo. Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman .
Hal tersebut dipertegas lagi dalam penjelasan Pasal 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 jo. Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman yang mengatakan :
“Kekuasaan kehakiman yang merdeka ini mengandung pengertian didalamnya kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak kekuasaan negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan, directiva atau rekomendasi yang datang dari pihak ekstra yudisiil kecuali dalam hal-hal yang diijinkan oleh Undang-Undang”.
Kemandirian dan kebebasan yang dimiliki oleh profesi hakim, tentu harus diikuti oleh adanya tanggungjawab masing-masing hakim yang memiliki kekuasaan sepenuhnya di dalam memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara melalui peradilan yang adil yang dijalankan sesuai dengan tujuan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal yang paling mudah dilihat adalah dari sumpah atau janji hakim yang dilakukan sebelum menjalankan profesinya.
Mengikuti trias politica tentang pemisahan kekuasaan negara, maka hakim sebagai penegak hukum menjalankan kekuasaan yudikatif, jaksa dan polisi menjalankan kekuasaan eksekutif. Disini diperoleh gambaran hakim mewakili kepentingan negara, jaksa dan polisi mewakili kepentingan pemerintahan.
Konsekuensi dari perbedaan konsep tersebut, maka hakim dikonsepsikan memiliki kedudukan yang objektif dengan acara berpikir yang pula sebab mewakili kekuasaan negara di bidang yudikatif. Oleh sebab itu, dalam setiap memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara, seorang hakim selain wajib mengikuti peraturan-peraturan UU harus pula menggali nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat.
Jaksa dan polisi dikonsepsikan memiliki kedudukan yang subjektif dengan cara berpikir yang subjektif pula sebab mewakili kepentingan pemerintah (eksekutif). Untuk itu bila terjadi pelanggaran hukum (undang-undang), maka jaksa dan polisi diberikan kewenangan oleh UU untuk menindaknya tanpa harus menggali nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat. Dengan kata lain, setiap pelanggaran hukum (undang-undang), maka akan terbuka bagi jaksa dan polisi untuk mengambil tindakan.
Sebagai penegak hukum, Hakim dalam mengaktualisasi ide keadilan memerlukan situasi yang kondusif, baik yang berasal dari faktor eksternal maupun internal dari dalam diri seorang Hakim.

Begitupun dalam suatu pengadilan terdapat proses penuntutan :
1.    Penuntut Umum membuat surat dakwaan
Surat dakwaan berisi tentang perbuatan pidana apa yang telah dilakukan terdakwa, dan bagaimana melakukannya (modus operandi). Adapun persyaratan pembuatan surat dakwaan diatur dalam Pasal 143 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bahwa surat dakwaan harus berisi identitas, uraian perbuatan, adanya waktu (tempus delicti) dan tempat (locus delikti), namun jika tidak ada, maka surat dakwaan tersebut batal demi hukum.
2.    Pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Negeri
Pelimpahan berkas perkara ke pengadilan diatur dalam pasal 143 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan disertai surat pelimpahan (P-31) setelah menerima pelimpahan berkas perkara dari jaksa, maka Pengadilan akan menerbitkan penetapan tentang tanggal dan hari sidang.

Secara garis besar, proses persidangan pidana di pengadilan terdiri dari tahap:
3.    Pembacaan Surat Dakwaan
Pembacaan surat dakwaan dilakukan oleh Penuntut Umum dihadapan Majelis Hakim. Bentuk surat dakwaan yang dibacakan dapat berbentuk secara tunggal, subsideir atau kumulatif.
4.    Nota Keberatan/ Eksepsi
Nota keberatan adalah nota keberatan yang diajukan oleh Penasehat Hukum terhadap surat dakwaan. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 156 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, bahwa setelah pembacaan surat dakwaan oleh Penuntut Umum, Penasehat Hukum diberi kesempatan untuk menanggapi surat dakwaan tersebut. Setelah adanya tanggapan dari Penasehat Hukum, Penuntut Umum diberi kesempatan untuk menanggapi eksepsi dari Penasehat Hukum. Setelah adanya tanggapan dari Penuntut Umum atas Eksepsi tersebut, maka Hakim mengambil keputusan (putusan sela) yang memutuskan atas tanggapan-tanggapan dari Penasehat Hukum dan Penuntut Umum berupa:
a.    Batalnya surat dakwaan (menerima eksepsi dari Pengacara);
b.    Menolak eksepsi (ditolaknya eksepsi dari Pengacara).

5.    Pembuktian
Sesuai dengan yang diatur dalam pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Sedangkan alat bukti menurut pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah :
a.    Keterangan Saksi
Keterangan saksi adalah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
b.    Keterangan Ahli
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
c.    Surat
d.    Petunjuk
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
e.    Teterangan Terdakwa
Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
6.    Pembacaan Tuntutan
Surat yang berisi tentang fakta-fakta di persidangan yang telah dihubungkan dengan unsur tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa serta permintaan kepada Majelis Hakim agar terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman.
7.    Nota Pembelaan/ Pledoii
8.    Replik
Replik adalah tanggapan Penuntut Umum terhadap nota pembelaan/ pledoii.
9.    Duplik
Duplik adalah tanggapan Penuntut Hukum terhadap replik yang diajukan oleh Penuntut Umum.
10.    Putusan Hakim
Putusan Hakim dibacakan dihadapan penuntut umum dan terdakwa, dimana setelah dibacakan oleh hakim, baik penuntut umum atau terdakwa diberi kesempatan untuk menerima saat itu juga, mengajukan upaya hukum atau meminta waktu 7 hari untuk berpikir. Jika dalam waktu 7 hari yang diberikan oleh hakim untuk berpikir baik terdakwa atau penuntut umum tidak menentukan sikap, maka terdakwa atau penuntut umum dianggap menerima putusan hakim.
11.    Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Pelaksanaan putusan pengadilan dilaksanakan oleh jaksa sebagai eksekutor. Setelah mendapatkan petikan putusan yang dibuat oleh pengadilan, petikan putusan tersebut dikirim atau diberikan kepada jaksa untuk dilakukan eksekusi, sesuai dengan isi dari putusan pengadilan atau amar putusan. Pelaksanaan eksekusi dilakukan dengan cara diterbitkan surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan P-48 dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan (BA-8) sebanyak tiga lembar dikirimkan ke rumah tahanan. Dengan demikian jaksa telah selesai menangani suatu perkara, apabila telah melaksanakan eksekusi.
Dan berdasarkan dari PKL(magang) para penulis di Pengadilan Negeri Medan, kami melihat faktor-faktor yang mempengaruhi Hakim dalam mentransformasikan ide keadilan, setidaknya dapat dipetakan sebagai berikut : a. Jaminan terhadap kebebasan peradilan/Hakim; b. Kualitas profesionalisme Hakim; dan c. Penghayatan etika profesi Hakim. Faktor pertama merupakan faktor eksternal, sedangkan dua faktor terakhir merupakan faktor internal.
Kami menulis berdasarkan uraian tersebut mengenai peran Hakim, selama penulis berada di kantor Pengadilan Negeri Medan, dan perlu membuat suatu laporan yang menceritakan hal yang telah kami alami selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (Magang).






B. Permasalahan.
Yang dapat diuraikan dalam permasalahan ini, sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah Peranan Hakim di Pengadilan Negeri Medan Dalam Menerima,memproses,dan memutuskan Perkara?


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Eksistensi Hakim Pengadilan negeri Medan
1. Keberadaan Pengadilan Negeri Medan
Pengadilan Negeri Medan merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum. Tugas pokok Pengadilan Negeri Medan adalah sebagai berikut:
1.    Mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya sesuai dengan Undang-Undang No. 84 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Peradilan Umum.
2.    Menyelenggarakan Administrasi Perkara dan Administrasi Umum lainnya
Pengadilan Negeri Medan masuk dalam wilayah hukum Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dan daerah hukumnya meliputi wilayahdengan luas kurang lebih 26.510 Km2 yang terdiri dari 21 kecamatan sebagai berikut:
1.    Kecamatan Medan Marelan
2.    Kecamatan Medan Baru
3.    Kecamatan Medan Petisah
4.    Kecamatan Medan Timur
5.    Kecamatan Medan Labuhan
6.    Kecamatan Medan Sunggal
7.    Kecamatan Medan Kota
8.    Kecamatan Medan Deli
9.    Kecamatan Medan Polonia
10.    Kecamatan Medan Tembung
11.    Kecamatan Medan Barat
12.    Kecamatan Medan Tuntungan
13.    Kecamatan Medan Maimun
14.    Kecamatan Medan Belawan
15.    Kecamatan Medan Area
16.    Kecamatan Medan Selayang
17.    Kecamatan Medan Johor
18.    Kecamatan Medan Denai
19.    Kecamatan Medan Helvetia
20.    Kecamatan Medan Amplas
21.    Kecamatan Medan Perjuangan
Pengadilan Negeri Medan tidak hanya berfungsi sebagai peradilan umum yang menangani perkara perdata dan pidana, tetapi juga memiliki pengadilan-pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan peradilan umum. Hal tersebut dimungkinkan berdasarkan Pasal 15 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman: “ “Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan”. Pada Pengadilan Negeri Medan terdapat empat pengadilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga, Pengadilan HAM, Pengadilan Tipikor, dan Pengadilan Hubungan Industrial. Setiap pengadilan khusus ini memiliki kompetensi absolute dan relative untuk mengadili perkara berdasarkan Undang-Undang yang membentuknya.
Wilayah hukum pengadilan-pengadilan khusus pada Pengadilan Negeri Medan adalah sebagai berikut:
•    Pengadilan Niaga Medan:
1. Sumatera Utara
2. Riau
3. Sumatera Barat
4. Bengkulu
5. Jambi
6. Daerah Istimewa Aceh
•    Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan daerah hukumnya meliputi wilayah Sumatera Utara.
Pembentukan Pengadilan Khusus pada Pengadilan Negeri Medan
Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga didirikan pada tahun 1998 dimana pada awalnya Pengadilan Niaga terbatas hanya mengadili perkara berdasarkan Undang-undang Kepailitan yang baru. Tetapi pada tahun 2001, terjadi perluasan yang mencakup kewenangan untuk mengadili perkara Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), meliputi kewenangan memeriksa sengketa merek, paten, hak cipta, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu.
Pengadilan Niaga pertama kali dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, berdasarkan Pasal 306 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 jo Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 97 tahun 1999 didirikan Pengadilan Niaga di Makassar, Surabaya, Semarang dan Medan. Perluasan pengembangan Pengadilan Niaga dilihat dari eksistensinya yaitu sebagai Pengadilan yang memutus perkara-perkara Kepailitan/Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Perkara HAKI.



Pengadilan Hubungan Industrial
Pengadilan Hubungan Industrial adalah Pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan peradilan umum yang berwenang mengadili dan menyelesaikan perselisihan hubungan industrial berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Beroperasinya Pengadilan Hubungan Industrial memiliki perubahan yang cukup mendasar, diantaranya adalah:
•    Penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang selama ini berada di bawah lingkup wilayah eksekutif, kini menjadi bagian dari sistem peradilan di bawah kekuasaan yudikatif;
•    Hukum acara Pengadilan Hubungan Industrial mengikuti hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Pengadilan Hubungan Industrial dibentuk pada bulan Januari 2006 pada Pengadilan Negeri Medan, dan begitu juga pada Pengadilan-Pengadilan Negeri yang lain disetiap Ibukota Provinsi di Indonesia. Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial seharusnya dilakukan pada awal tahun 2005 tapi ditunda berdasarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 2005 tentang Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-undang No. 2 Tahun 2004, untuk menambah waktu semua persiapan yang dibutuhkan oleh pemerintah dan institusi lain yang terkait.

2. Kedudukan Pengadilan Negeri Medan dalam Sistem Kekuasaan Kehakiman
UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN POKOK KEHAKIMAN
 BAB II
ASAS PENYELENGGARAAN KEKUASAAN KEHAKIMAN

Pasal 2
(1)  Peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
      MAHA ESA".
(2)    Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.
(3)  Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara yang diatur dengan undang-undang.
(4)  Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Pasal 3
(1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga
      kemandirian peradilan.
(2) Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan
      kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang
      Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 
     (2) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4
(1)  Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
(2) Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapattercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Pasal 5
(1) Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
(2) Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
(3) Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Pasal 6
(1) Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2) Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.

Pasal 7
Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, kecuali atas perintah tertulis dari kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

Pasal 8
(1) Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.

Pasal 9
(1) Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yangditerapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
(2) Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi, dan pembebanan ganti kerugian diatur dalam undang-undang.

Pasal 10
(1) Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.
.
Pasal 11
(1)    Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan susunan majelis sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2)    Susunan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari seorang hakim ketua dan dua orang hakim anggota.
(3)  Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan panitera.
(4) Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang penuntut umum, kecuali undang-undang menentukan lain.

Pasal 12
(1) Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dengan kehadiran terdakwa, kecuali undangundang menentukan lain.
(2)    Dalam hal terdakwa tidak hadir, sedangkan pemeriksaan dinyatakan telah selesai, putusan dapat diucapkan tanpa dihadiri terdakwa.

Pasal 13
(1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2)     Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demihukum.

Pasal 14
(1)  Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia.
(2) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
(3) Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung.

Pasal 15
Pengadilan wajib saling memberi bantuan yang diminta untuk kepentingan peradilan.

Pasal 16
Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

Pasal 17
(1)  Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya.
(2)  Hak ingkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya.
(3) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera.
(4) Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat.
(5) Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
(6) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(7) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda.

3. Kedudukan Hakim dalam Proses Menyelesaikan Perkara (Menurut UU)
Hakim dalam Profesinya sebagai penegak hukum, Hakim juga sama halnya dengan instansi penegakkan hukum pemerintahan seperti Kejaksaan dan Kepolisian yang ruang kerjanya tersendiri dalam mendukung terpelancarnnya kasus-kasus yang akan diproses dan diputuskan oleh Hakim.
Para Hakim dalam menangani dan memutuskan perkara hukum untuk diadili di PN Medan selalu berpegang teguh kepada peraturan yang berlaku sesuai pada fungsi dan peranan kekuasaan hakim dalam profesinya sebagai penegak hukum untuk dapat memberikan keadilan yang seadil-adilnya.  
Dalam melakukan profesinya Hakim pada kantor Pengadilan negeri medan sebagai penegak hukum, yakni :
1.    Hakim dalam melakukan pekerjaannya wajib untuk selalu menjunjung tinggi hukum, kebenaran dan keadilan.
2.    Hakim tidak memandang kepada setiap orang yang mengalami perkara hukum tanpa membeda-bedakan kepercayaan, agama, suku, jenis kelamin, keturunan, dan kedudukan sosial.
3.    Hakim dalam melakukan pekerjaan tidak semata-mata mencari imbalan materiil, tetapi diutamakan bertujuan untuk menegekan hukum, keadilan dan kebenaran dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab.
4.    Hakim dalam melakukan pekerjaannya bekerja dengan bebas dan mandiri tanpa pengaruh atau dipengaruhi oleh siapapun.
5.    Hakim Wajib memperjuangkan serta melindungi hak-hak asasi manusia dan kelestarian lingkungan hidup dalam negara hukum Republik Indonesia.
6.    Hakim wajib memiliki sikap setia kawan dalam memegang teguh rasa solidaritas anatara sesama sejawat.
7.    Hakim tidak dibenarkan melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat Hakim sebagai profesi terhormat (officium nobile).
8.    Hakim dalam melakukan tugas pekerjaannya harus berikap sopan santun terhadap para pejabat hukum, terhadap sesama sejawat Hakim dan terhadap masyarakat, namun ia wajib mempertahankan hak dan martabat Hakim di mimbar manapun.
9.    Hakim berkewajiban memutuskan segala perkara tanpa rasa takut menghadapi segala kemungkinan resiko yang tidak diharapkan sebagai konsekwensi profesi baik resiko atas dirinya atau pun orang lain.

Setiap menangani perkara Hakim dapat bertindak sesuai profesinya sebagai penegak hukum untuk memutuskan perkara hukum di pengadilan, yakni :
1.    Hakim dalam memutuskan suatu perkara hukum wajib memproses dan memberikan putusan yang seadil-adilnya, baik dalam sidang terbuka maupun sidang tertutup, sesuai dengan kenyataan hukum yang terjadi tanpa memihak siapapun.
2.    Surat-surat yang dibuat dengan dibubuhi catatan “Sans Prejudice”, sama sekali tidak benar ditujukan kepada hakim.
3.    Isi pembicaraan atau korespondensi kearah perdamaian yang diajukan oleh majelis hakim akan tetapi berhasil, tidak benar digunakan sebagai alasan terhadap lawan dalam perkara dimuka pengadilan.
4.    Hakim tidak dibenarkan menghubungi saksi-saksi pihak lawan untuk didengar keterangan mereka dalam perkara yang bersangkutan. Dalam suatu perkara hukum yang sedang berjalan, hakim hanya dapat menghubungi anggota hakim lainnya dan panitera.
5.    Dalam suatu perkara hukum yang sedang berjalan di pengadilan, hakim dapat menghubungi hakim lainnnya bersama-sama dengan panitera.
6.    Hakim tidak diperkenankan menambah catatan-catatan pada berkas di dalam/di luar sidang meskipun hanya bersifat “informandum”, jika hal iu tidak diberitahukan terlebih dahulu kepada Advokad/Penasehat Hukum pihak lawan dengan memberikan waktu yang layak, sehingga teman sejawat tersebut dapat mempelajari dan menanggapi catatan yang bersangkutan.
7.    Jika diketahui seseorang mempunyai hubungan semenda dengan salah satu anggota majelis hakim maka hakim tersebut di gantikan dan tidak dapat mengadili kasus tersebut.


B. Kegiatan Magang
Adapun yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan magang adalah bahwa kegiatan pemagangan dianggap sangat berguna dan bermanfaat dalam penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan secara teoritis.
Kegiatan magang merupakan tahap awal bagi Mahasiswa yang akan terjun dalam dunia praktisi hukum, melalui kegiatan ini prioritas utama yang diharapkan mampu memberikan pelajaran tambahan pengetahuan praktek.
Penulis sangat merasa betapa pentingnya kegiatan magang ini, dapat membantu pemahaman praktek dan menjadi bekal dikemudian hari setelah terjun menjadi praktisi hukum, untuk dapat menjunjung tinggi dan menerapkan hukum baik dari segi teoritis maupun praktenya.
1. Manfaat dan Tujuan Magang
a. Manfaat
1.    Menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang hukum secara praktek;
2.    Melihat kenyataan realita tentang bagaimana penerapan hukum yang sebenarnya di lapangan dibandingkan kepada teori hukum;
3.    Memberikan perubahan dan perbaikan hukum yang selama ini kearah yang lebih baik;
4.    Mendorong penegak hukum untuk menegakkan moral hukum bagi pihak yang terkait didalamnya;
5.    Khususnya bagi mahasiswa akan menambah wawasan dan pengetahuan praktek yang lebih luas.
b. Tujuan.
1.    Sebagai langkah awal bagi mahasiswa mengenal dan mempelajari dunia hukum yang sesungguhnya dalam praktek.
2.    Sebagai bahan dan study perbandingan antara hukum secara teori dengan hukum secara praktek.
3.    Sebagai wadah untuk bersosialisasi bagi masyarakat luas dan mengambil peranan sebagai praktisi hukum.
4.    Menberikan bantuan informasi hukum bagi para pihak masyarakat yang membutuhkan sebagai praktisi hukum.
5.    Sebagai salah satu persyaratan bagi mahasiswa dalam menempuh gelar sarjana.



2. Isi Kegiatan Magang
Kegiatan magang merupakan kegiatan yang banyak memberikan manfaat bagi para Mahasiswa yang memilih kegiatan magang menjadi salah satu mata kuliah yang utama didalam mencapai gelar kesarjanaan.
Adapun tempat magang yang kami pilih penulis adalah bertempat di Kantor Pengadilan Negeri Medan  yang beralamat di Jl. Pengadilan No. 01 Medan.
Kegiatan magang yang kami lakukan sejak tanggal, 07 September 2011 sampai dengan tanggal, 07 Oktober 2011 selama 25 Hari kerja. Kegiatan magang tidak hanya berada di ruang persidangan tetapi juga di tempatkan di ruang panitera untuk dapat lebih mengetahui suatu kasus perkara yang diajukan dan di proses. Selama magang kegiatan yang kami lakukan adalah ada berupa mempelajari kasus yang sedang ditangani, diproses dan di putuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Medan tidaklah semua kami ikuti sampai selesai di karenakan adanya juga tugas yang di berikan oleh panitera di setiap bagian kantor Pengadilan Negeri Medan penempatan PKL(magang) kami dan kami juga kadang melakukan diskusi serta diberikan tugas-tugas kelompok atau sendiri-sendiri untuk sebagai bahan diskusi bersama Staf Panitera serta mengetik surat atau berkas-berkas yang dibutuhkan, mempelajari alat bukti berupa surat-surat, mempelajari surat kuasa, mengetik keterangan saksi, menulis jadwal sidang yang akan di ikuti dan cara membuat gugatan, merapikan/menyusun berkas-berkas surat-surat perkara yang ada serta menyusun/merapikan buku-buku di ruang/lemari Perpustakaan, menerima penjelasan-penjelasan mengenai pengertian-pengertian hukum, fungsi hukum, kegunaan hukum, cara-cara membedah kasus, cara pemecahan kasus-kasus.
Dari sekian banyak kegiatan yang penulis lakukan selama 25 lima hari, kami penulis benar-benar mendapatkan banyak manfaat dan kegunaan dari kegiatan magang yang dilaksanakan.
Sebagai mahasiswa kami menyimpulkan bahwa tujuan pemagangan yang kami lakukan tercapai dengan baik. Oleh karenanya kami penulis patutlah membuat laporan pemagangan ini menjadi bahan acuan dan sekaligus pertimbangan bagi Bapak Dosen Pembimbing Pemagangan pada Fakultas Hukum Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara, Medan.



BAB III
PEMBAHASAN

Ada pun Tata Cara Mengajukan Gugatan Perdata dan  prosedur perkara pidana dan proses pengadilan hubungan industrial adalah sebagai berikut:
A. Cara mengajukan gugatan perkara perdata
a. Pendaftaran Gugatan
Langkah pertama mengajukan gugatan perdata adalah dengan melakukan pendaftaran gugatan tersebut ke pengadilan. Menurut pasal 118 ayat (1) HIR, pendaftaran gugatan itu diajukan ke Pengadilan Negeri berdasarkan kompetensi relatifnya – berdasarkan tempat tinggal tergugat atau domisili hukum yang ditunjuk dalam perjanjian . Gugatan tersebut hendaknya diajukan secara tertulis, ditandatangani oleh Penggugat atau kuasanya, dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pendaftaran gugatan itu dapat dilakukan di kantor kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat.
b. Membayar Panjar Biaya Perkara
Setelah gugatan diajukan di kepaniteraan, selanjutnya Penggugat wajib membayar biaya perkara. Biaya perkara yang dimaksud adalah panjar biaya perkara, yaitu biaya sementara yang finalnya akan diperhitungkan setelah adanya putusan pengadilan. Dalam proses peradilan, pada prinsipnya pihak yang kalah adalah pihak yang menanggung biaya perkara, yaitu biaya-biaya yang perlu dikeluarkan pengadilan dalam proses pemeriksaan perkara tersebut, antara lain biaya kepaniteraan, meterai, pemanggilan saksi, pemeriksaan setempat, pemberitahuan, eksekusi, dan biaya lainnya yang diperlukan. Apabila Penggugat menjadi pihak yang kalah, maka biaya perkara itu dipikul oleh Penggugat dan diambil dari panjar biaya perkara yang telah dibayarkan pada saat pendaftaran. Jika panjar biaya perkara kurang, maka Penggugat wajib menambahkannya, sebaliknya, jika lebih maka biaya tersebut harus dikembalikan kepada Penggugat.
Bagi Penggugat dan Tergugat yang tidak mampu membayar biaya perkara, Hukum Acara Perdata juga mengizinkan untuk berperkara tanpa biaya (prodeo/free of charge). Untuk berperkara tanpa biaya, Penggugat dapat mengajukan permintaan izin berperkara tanpa biaya itu dalam surat gugatannya atau dalam surat tersendiri. Selain Penggugat, Tergugat juga dapat mengajukan izin untuk berperkara tanpa biaya, izin mana dapat diajukan selama berlangsungnya proses persidangan. Permintaan izin berperkara tanpa biaya itu disertai dengan surat keterangan tidak mampu dari camat atau kepada desa tempat tinggal pihak yang mengajukan.
c. Registrasi Perkara
Registrasi perkara adalah pencatatan gugatan ke dalam Buku Register Perkara untuk mendapatkan nomor gugatan agar dapat diproses lebih lanjut. Registrasi perkara dilakukan setelah dilakukannya pembayaran panjar biaya perkara. Bagi gugatan yang telah diajukan pendaftarannya ke Pengadilan Negeri namun belum dilakukan pembayaran panjar biaya perkara, maka gugatan tersebut belum dapat dicatat di dalam Buku Register Perkara, sehingga gugatan tersebut belum terigstrasi dan mendapatkan nomor perkara dan karenanya belum dapat diproses lebih lanjut – dianggap belum ada perkara. Dengan demikian, pembayaran panjar biaya perkara merupakan syarat bagi registrasi perkara, dan dengan belum dilakukannya pembayaran maka kepaniteraan tidak wajib mendaftarkannya ke dalam Buku Register Perkara.
d. Pelimpahan Berkas Perkara Kepada Ketua Pengadilan Negeri
Setelah Penitera memberikan nomor perkara berdasarkan nomor urut dalam Buku Register Perkara, perkara tersebut dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pelimpahan tersebut harus dilakukan secepat mungkin agar tidak melanggar prinsip-prinsip penyelesaian perkara secara sederhana, cepat dan biaya ringan – selambat-lambatnya 7 hari dari tanggal registrasi.
e. Penetapan Majelis Hakim Oleh Ketua Pengadilan Negeri
Setelah Ketua Pengadilan Negeri memeriksa berkas perkara yang diajukan Panitera, kemudian Ketua Pengadilan Negeri menetapkan Majelis Hakim yang akan memeriksa dan memutus perkara. Penetapan itu harus dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 7 hari setelah berkas perkara diterima oleh Ketua Pengadilan Negeri. Majelis Hakim yang akan memeriksa dan memutus perkara tersebut terdiri dari sekurang-kurangnya 3 orang Hakim – dengan komposisi 1 orang Ketua Majelis Hakim dan 2 lainnya Hakim Anggota.
f. Penetapan Hari Sidang
Selanjutnya, setelah Majelis Hakim terbentuk, Majelis Hakim tersebut kemudian menetapkan hari sidang. Penetapan itu dituangkan dalam surat penetapan. Penetapan itu dilakukan segera setelah Majelis Hakim menerima berkas perkara, atau selambat-lambatnya 7 hari setelah tanggal penerimaan berkas perkara. Setelah hari sidang ditetapkan, selanjutnya Majelis Hakim memanggil para pihak (Penggugat dan Tergugat) untuk hadir pada hari sidang yang telah ditentukan itu.
Contoh kasus:
Posisi Kasus Yang Telah Diikuti  Pada Kantor Pengadilan Negeri Medan.
Posisi kasus yang telah selama ini kami penulis ikuti dalam melaksanakan kegiatan PKL (Magang) di kantor Pengadilan Negeri Medan yaitu salah satunya kasus Perceraian dengan Perkara Nomor : 556/G/2010/PN. MDN, antara Dr. ARICHTA MARIA sebagai Penggugat dengan Ir. BRATA PANCA PURBA sebagai tergugat. Dalam kasus ini, Hakim yang menangani dari kantor Pengadilan Negeri Medan yaitu H. Subiharta,S.H,M.Hum, HJ. Leliwaty,S.H,M.H, dan Sugiyanto, SH,M.Hum.
Hakim pada kasus Perceraian ini ialah Ketua Hakim Majelis H. Subiharta,S.H,M.Hum dan Panitera Pengganti Rosmardiana, SH.
Saksi-saksi Tergugat pada kasus ini ialah sebagai berikut :
1.    Aminah, umur 36 tahun, agama kristen, pekerjaan Ibu rumah tangga,
2.    Novhilda F Simanjuntak, umur 32 tahun, agama kristen protestan, Pegawai Administrasi Pegawai PTPN IV Pabatu;
3. Benni Lovita Tampubolon, umur 24 tahun,agama kristen protestan, Pegawai Administrasi Pegawai PTPN IV Pabatu;
Saksi-saksi  Penggugat pada kasus ini ialah sebagai berikut :
1.    Gianina Agrivanni Purba umur 18 tahun ,pelajar;
2.    Hendra Sebayang , SH, Pegawai PTPN IV Pabatu;
Pada kasus ini, selama kami penulis mengikutinya tetapi tidak mengikutinya hingga pada putusan pengadilan hanya sampai pada persidangan konklusi. Kasus ini menceritakan mengenai Penggugat menyatakan bahwa “Beberapa Tahun Belakangan Ini Kehidupan Rumah Tangga Antara Penggugat Dan Tergugat Mulai Tidak Harmonis Dan Sering Kali Terjadi Peselisihan Pendapat Yang Berujung Kepada Pertengkaran Dan tergugat tidak memenuhi kewajibannya sebagai kepala rumah tangga”. Dalam hal ini juga Tergugat tidak bisa menerima dengan begitu saja gugatan dari Penggugat, karena Penggugat masih memenuhi kewajiban sebagai kepala rumah tangga untuk membiayai kehidupan isteri dan anaknya serta erasa keberatan terhadap keterangan saksi dari si penggugat.
Pada proses penyelesaian kasus ini, kami penulis mengikuti sampai tahap putusan dan dalam putusan tersebut bahwa hakim majelis mmenyatakan menolak gugatan dari si penggugat dan tidak mengabulkan permohonan perceraian dikarena kan anak dari hasil perkawinan mereka masih membutuhkan kasih saying dari kedua orangtua. Oleh karena itu, waktu yang diperlukan untuk penyelesaian perkara No. 556/G/2010/PN. MDN sangat memakan waktu yang panjang dan proses hukum yang tidak sedikit waktunya yaitu sejak tanggal 16 Desember 2011 sampai tanggal 05 oktober 2011 . Sehingga kami penulis dalam hal ini, hanya tidak dapat mengikuti dari awal kasus persidangan di mulai di karenakan penulis(PKL) baru magang pada tanggal 07 september 2011akan tetapi penulis mengikuti pada persidangan Konklusi.

B. Prosedur Perkara Pidana:
a. Perkara Pidana Biasa
 Praktek Pengadilan Negeri Medan menunjukkan bahwa si penerima berkas-berkas perkara dari pihak Jaksa, yang umumnya dikirim langsung ke: Pa¬nitera, kemudian dicatat dalam suatu daftar (Register) perkara-perkara pidana dean seterus¬nya diserahkan kepada Ketua Pengadilan dan baru oleh Ketua berkas-berkas perkara itu diba¬gikan kepada Hakim Ketua Majelis yang ber¬sangkutan.
b. Perkara Pidana Singkat
  Berdasarkan pasal 203 ayat (1) KUHAP, maka yang diartikan dengan perkara-perkara dengan acara singkat adalah perkara-perkara pidana yang menurut Penuntut Umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. 
Pengajuan perkara pidana dengan acara sing¬kat oleh Penuntut Umum ke persidangan dapat dilakukan pada hari-hari persidangan tertentu yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Dalam acara singkat ini, maka setelah sidang dibuka oleh Ketua Majelis Hakim dan setelah pertanyaan formil terhadap terdakwa diajukan maka Penuntut_Umum dipersilahkan mengurai¬kan tentang tindak pidana yang didakwakan secara lisan dan dicatat dalam Berita Acara Si¬dang sebagai pengganti surat dakwaan (pasal 203 ayat (3) KUHAP).
Tentang hal registrasi atau pendaftaran perkara¬-perkara pidana dengan acara singkat ini, baru didaftarkan oleh Panitera/Panitera Muda Pidana se¬telah Hakim memulai dengan pemeriksaan per¬kara.
Apabila pada hari sidang yang ditentukan, terdak¬wa dan atau saksi-saksi utamanya tidak datang, maka Majelis cukup menyerahkan kembali berkas perkara kepada Jaksa secara langsung tanpa ada penetapan, sebaiknya dengan buku pengantar (ekspedisi).
Tetapi apabila dari pemeriksaan dimuka sidang terdapat hal-hal yang menunjukkan bahwa perkara pidana itu tidak bersifat sederhana, Majelis mengembalikan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum dengan suatu surat penetapan dengan nomor pendaftaran Pengadilan Negeri. 
Tentang penerimaan perkara-perkara pidana dengan acara singkat oleh Pengadilan Negeri berlaku acara sebagaimana disebutkan dalam bab mengenai perkara-perkara pidana biasa yakni di¬ajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan melalui Panitera tetapi dengan perbedaan bahwa berkas-berkas perkara pidana dengan acara sing¬kat tidak perlu didaftarkan dulu pada waktu penerimaan.
Putusan tidak dibuat secara khusus tetapi dicatat dalam Berita Acara Sidang atau putusan menjadi satu dengan Berita Acara Sidang.
c. Perkara Pidana Cepat
 Yang diartikan dan termasuk perkara-perkara dengan acara cepat adalah perkara-perkara pidana yang diancam dengan hukuman tidak lebih dari 3 (tiga) bulan penjara atau denda Rp. 7.500,- ¬(pasal 205 ayat (1) KUHAP), yang mencakup tindak pidana ringan, pelanggaran lalu lintas (pasal 211 KUHAP beserta penjelasannya) juga kejahatan "penghinaan ringan" yang dimaksudkan dalam pasal 315 KUHP dan diadili oleh Hakim Pengadil¬an Negeri dengan tanpa ada kewajiban dari Penuntut Umum untuk menghadirinya kecuali bilamana sebelumnya Penuntut Umum menya¬takan keinginannya untuk hadir pada sidang itu. Jadi pada pokoknya yang dimaksud perkara¬-perkara semacam tersebut diatas ialah antara lain perkara-perkara pelanggaran Lalu Lintas, Pencurian Ringan (pasal 364 KUHP), Pengge¬lapan Ringan (pasal 373 KUHP), Penadahan Ringan (pasal 482 KUHP), dan sebagainya.
Apabila Terdakwa tidak hadir dipersidangan, maka di berikan Putusan verstek yakni putusan yang dija¬tuhkan tanpa hadirnya terdakwa (pasal 214 ayat (2) KUHAP), apabila putusan berupa pidana peram¬pasan kemerdekaan, terpidana dapat mengajukan perlawanan yang diajukan kepada pengadil¬an yang memutuskan, dan Panitera memberi¬tahukan Penyidik tentang adanya perlawanan dan Hakim menetapkan hari persidangan untuk memutus perkara perlawanan tersebut. Perlawan¬an diajukan dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah putusan diberitahukan secara sah kepada terdak¬wa.
Terhadap putusan yang berupa pidana peram¬pasan kemerdekaan, dapat diajukan banding.
Dalam hubungan perkara-perkara pidana dengan acara cepat, Panitera memelihara 2 (dua) register (pasal 61 Undang-undang No.2 Tahun 1986, tentang Peradilan Umum), yakni:
a. Register tindak pidana ringan.
b. Register pelanggaran lalu lintas
C. Pelayanan perkara pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) :
1. Meja Pertama (Panitera Muda PHI)
•    Menerima Dan Menelaah Surat Gugatan Berdasarkan Check List, Menerima  Pendaftaran Perjanjian Bersama (Bipartit, Mediasi, Konsiliasi), Menerima Pendaftaran Akta Perdamaian Dan Putusan Arbitrase, Permohonan Kasasi Dan Permohonan Pk Serta Permohonan Eksekusi.
•    Melakukan Pemeriksaan Persyaratan/Kelengkapan Berkas Dengan Memberikan Tanda Pada Formulir (Check List), Dengan Maksud Apabila Ada Kekurangan Dapat Diidentifikasi.
•    Memberi Penjelasan Pada Penggugat/Kuasanya Untuk Melengkapi Gugatan Yang Belum Lengkap  Sebagaimana Tercantum Dalam Formulir Kelengkapan Berkas Perkara Gugatan (Check List).
•    Membuat Skum Untuk Perkara Yang Nilai Gugatannya Rp. 150.000.000,- (Seratus Lima Puluh Juta Rupiah) Atau Lebih Untuk Dibayarkan Kepada Kasir Yang Merupakan Bagian Dari Meja Pertama.
•    Menentukan Nomor Perkara Berdasarkan Pada Tata Urutan Pendaftaran Perkara, Pada Buku Bantu Dan Nomor Tersebut Diterakan Pada Lembar Pertama Kanan Atas Surat Gugatan Dan Salinan-Salinannya.
•    Menyerahkan Surat Gugatan Yang Telah Diberi Nomor Kepada Meja Dua Untuk Dicatat Dalam Register Induk Gugatan.
•    Menerima Pendaftaran Permohonan Kasasi Dan Pk, Membuat Skum Untuk Perkara Yang Nilai Gugatannya Rp. 150.000.000,- (Seratus Limapuluh Juta Rupiah) Atau Lebih Berdasarkan Nomor Perkara Awal (Nomor Perkara Phi), Menyerahkan Surat Permohonan Kasasi Atau Pk Kepada Meja Dua Untuk Dicatat Dalam Register Iniduk Dan Register Kasasi Atau Register Pk.
•    Menyerahkan Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama (Bipartit, Mediasi, Konsiliasi), Akta Bukti Pendaftaran Akta Perdamaian Dan Putusan Arbitrase Kepada Pendaftar Dan Salinannya (Copy) Disimpan Pada File Masing-Masing.



2. Meja Kedua
Pendaftaran Dan Pencatatan Perkara.
•    Mencatat Data-Data Perkara Pada Register Induk Gugatan Berdasarkan Tata Urutan Nomor Perkara Yang Telah Ditentukan Oleh Meja Pertama Pada Lembar Pertama Surat Gugatan.
•    Mencatat Permohonan Kasasi Dan Pk Pada Register Induk Perkara, Register Kasasi Dan Register Pk.
•    Pengisian Kolom-Kolom Pada Buku Register           Harus Dilaksanakan Dengan Tertib Dan Cermat Berdasarkan Prosedur Penyelesaian Perkara.
•    Verzet Terhadap Putusan Verstek Tidak Didaftar Sebagai Perkara Baru Tetapi Memakai Nomor Perkara Yang Sama Dengan Tambahan Kode Verzet Sedangkan Perlawanan Pihak Ketiga Didaftar Sebagai Perkara Baru.
3. Meja Ketiga
•    Menyiapkan Dan Menyerahkan Salinan Putusan Pengadilan Atas Permintaan Dari Para Pihak.
•    Menerima Dan Memberikan Tanda Terima Atas :
    1    Penyerahan Memori Kasasi ;
    2    Penyerahan Kontra Memori Kasasi;
    3    Penyerahan Alasan Pk;
    4    Penyerahan Jawaban Alasan Pk;
•    Mengatur Urutan Dan Giliran Penugasan Jurusita/Jurusita Pengganti Yang Akan Melaksanakan Tugas Kejurusitaan.
•    Menerima Berkas Perkara Yang Telah Selesai Diminutasi Untuk Persiapan Pengiriman Apabila Ada Upaya Hukum.
•    Meneliti Kelengkapan Bundel A Dan Bundel B Untuk Dikirim Ke Mahkamah Agung.
•    Mengirimkan Berkas Perkara Yang Terdiri Dari Bundel A Dan Bundel B Ke Mahkamah Agung;

Catatan :
Bundel  A Adalah Merupakan Himpunan Surat-Surat Yang Diawali Dari Surat Gugatan, Dan Semua Kegiatan/Proses Penyidangan/Pemeriksaan Perkara Tersebut Yang Selalu Disimpan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Daftar Isi Bundel A : (Untuk Arsip Pengadilan Negeri/PHI)
1.    Surat Gugatan.
2.    Penetapan Penunjukan Majelis Hakim.
3.    Penetapan Hari Sidang.
4.    Relaas-Relaas Panggilan.
5.    Berita Acara Sidang (Jawaban/Tanggapan dan bukt-bukti surat dimasukan dalam Berita Acara).
6.    Surat Kuasa Khusus Kedua Belah Pihak Yang Berpekara (Kalau Ada).
7.    Penetapan-Penetapan Lainnya Yang Berkaitan Dengan Perkara (Kalau Ada).
8.    Berita Acara Sita Jaminan (Bila Ada).
9.    Lampiran-Lampiran Surat Yang Diajukan Oleh Kedua Belah Pihak. (Bila Ada).
10.    Surat-Surat Bukti Penggugat.
11.    Surat-Surat Bukti Tergugat.
12.    Surat-Surat Lainnya.
Catatan : Asli Putusan Tetap Tersimpan Di Arsip Perkara Yang Bersangkutan
Daftar Isi Bundel B(Kasasi) : Dikirim ke Mahkamah Agung (Arsip Mahkamah Agung)
1.    Relaas-Relaas Pemberitahuan Isi Putusan Pengadilan Negeri/Phi Kepada Kedua Belah Pihak Yang Berperkara.
2.    Akta Permohonan Kasasi
3.    Surat Kuasa Khusus Dari Pemohon Kasasi (Bila Ada).
4.    Memori Kasasi Dan/Atau Surat Keterangan Apabila  Pemohon Kasasi Tidak Mengajukan Memori Kasasi.
5.    Tanda Terima Memori Kasasi.
6.    Relaas Pemberitahuan Kasasi Kepada Termohon Kasasi.
7.    Kontra Memori Kasasi.
8.    Salinan Putusan P H I Dan Penetapan-Penetapan P H I.
9.    Surat-Surat Lainnya Yang Sekiranya Ada.
Daftar Isi Bundel B(Peninjauan Kembali) : Dikirim ke Mahkamah Agung (Arsip Mahkamah Agung)
1.    Relas-Relas Pemberitahuan Isi Putusan Mahkamah Agung Kepada Kedua Belah Pihak Yang Berperkara
2.    Akta Permohonan Pk Berikut Alasan Pk.
3.    Surat Kuasa Khusus Dari Pemohon Pk (Bila Ada).
4.    Surat Pemberitahuan Pernyataan Pk Dan Alasan Pk.
5.    Jawaban Alasan Pk.
6.    Salinan Putusan Phi Dan Putusan Mahkamah Agung.
7.    Tanda Bukti Setoran Biaya Pk Dari Bank. (Bila Ada)
8.    Surat-Surat Lainnya Yang Sekiranya Ada.





BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kantor Pengadilan Negeri Medan adalah tempat dimana di lakukannya proses peradilan terhadap suatu perkara yang diproses dan di adili demi mendapatkan suatu keadilan. Dimana para Hakim di kantor tersebut sangat menjunjung tinggi keadilan, dan sangat siap untuk Menangani dan memutuskan perkara hukum. Dan hakim mempunyai sifat jujur dalam menangani perkara,menguasai duduk permasalahan perkara, dan berani dalam memutuskan perkara. Pada kantor tersebut, selama kami penulis melaksanakan kegiatan PKL (Magang) banyak kasus yang ditangani,di proses,dan diputuskan oleh hakim pengadilan negeri medan menambah pengetahuan bagi mahasiswa PKL(magang) serta menengetahui alur proses perkara di ajukan hingga di putuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Medan.
Berdasarkan kegiatan ini kami penulis selama mengikuti kegiatan pemagangan dapat menyimpulkan bahwa kegiatan magang sangat berguna, bermanfaat bagi seluruh Mahasiswa/i, khususnya yang akan menyelesaikan perkuliahan didalam mencapai gelar sarjana di bidang hukum.
B. Saran.
Sesuai dengan pengalaman penulis dan dengan memperhatikan betapa strategisnya kegiatan magang dapat menambah wawasan dan pengetahuan Mahasiswa/i di bidang hukum secara prakteknya dilapangan/di tengah-tengah masyarakat.
Seharusnya setiap kasus yang di tangani, di proses dan di putuskan oleh hakim Pengadilan Negeri Medan selalu menempatkan mahasiswa PKL(magang) untuk di ikutsertakan dalam pembuatan Berita Acara Perkara(BAP). Sehingga setiap yang melaksanakan kegiatan PKL (Magang) lebih mempunyai keahlian, pengalaman, pengetahuan, dan wawasan yang sangat luas dan lebih mengetahui secara praktek proses peradilan di Pengadilan Negeri Medan.
Jadi seharusnya kegiatan magang ini menjadi mata kuliah utama dalam perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Katolik Santo Thomas SU Medan.



PENYELESAIAN SENGKETA ATAS PENGGUNAAN MEREK YANG SAMA MELALUI PROSES LITIGASI (Studi Kasus No. 03/Merek/2008/PN.Niaga/Medan)

PENYELESAIAN SENGKETA ATAS PENGGUNAAN MEREK YANG SAMA MELALUI PROSES LITIGASI
(Studi Kasus No. 03/Merek/2008/PN.Niaga/Medan)


SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas
dan   Memenuhi   Syarat-syarat   Untuk
 Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

                                                                                 
SELATIELI ZENDRATO
                                           NPM                : 090600087
                                           Departemen     : Hukum Perdata
                            Program Kekhususan     : Hukum Ekonomi dan Bisnis


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS
SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 2